Headlines News :
  • AGENDA MAJELIS ROSULLULOH SAW

    AGENDA MAJELIS ROSULLULOH SAW

  • SYEKHERMANIA LASKAR PURWOREJO AHBAABUL MUSTHOFA

    SYEKHERMANIA LASKAR PURWOREJO AHBAABUL MUSTHOFA

  • SYEKHERMANIA LASKAR PURWOREJO PECINTA ROSULLULOH SAW

    SYEKHERMANIA LASKAR PURWOREJO PECINTA ROSULLULOH SAW

  • SYEKHERMANIA LASKAR PURWOREJO

    SYEKHERMANIA LASKAR PURWOREJO

  • AHBAABUL MUSTHOFA BERSHOLAWAT

    AHBAABUL MUSTHOFA BERSHOLAWAT

Home » AL~KISAH , Tokoh Ulama » AL~KISAH TENTANG WALISONGO

AL~KISAH TENTANG WALISONGO

Friday, 31 January 2014



Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di SYEKHERMANIA LASKAR PURWOREJO
syekhermania laskar purworejo
بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


AL~KISAH TENTANG WALISONGO

AL~KISAH TENTANG WALISONGO

WALISONGO

Assalamu'alaikum...wr.wb
Kisah penyebaran agama Islam di tanah jawa sebagian besar mengandung rasa kekaguman semua orang , baik dari kalangan Islam sendiri maupun dari kalangan pemeluk agama lain dan karena pengaruhnya yang sangat besar dan luas maka WALISONGO lah yang banyak di sebut dan di kenal oleh masyarakat luas.di bandingkan dengan yang lain.
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.

Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.


Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat.
Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah).[1] Para Walisongo adalah pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.

Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid
Maulana Malik Ibrahim yang tertua. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.

Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.

Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Sunan Kudus adalah kreator karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati kaum jelata.

Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai “tabib” bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai “paus dari Timur” hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa -yakni nuansa Hindu dan Budha.

MASALAH ADAT ORANG-ORANG JAWA
 
Pada suatu ketika Sunan Kalijaga mengusulkan agar adat istiadat orang jawa seperti selamatan, bersaji dll tidak langsung ditentang, sebab orang jawa akan lari menjauhi ulama jika ditentang secara keras. Adat istiadat itu diusulkan agar diberi warna atau unsur Islam.

Sunan Ampel bertanya atas usulan Sunan Kalijaga itu.

Apakah adat istiadat lama itu nantinya tidak mengkhawatirkan bila dianggap ajaran Islam? Padahal yang demikian itu tidak ada dalam ajaran Islam. Apakah hal ini tidak akan menjadikan bid’ah?

Pertanyaan Sunan Ampel ini dijawab oleh Sunan Kudus.
 .............

Saya setuju dengan pendapat Sunan Kalijaga, sebab ada sebagian ajaran agama Budha yang mirip dengan ajaran Islam, yaitu orang kaya harus menolong orang fakir miskin. Adapun mengenai kekhawatiran Kanjeng Sunan Ampel, saya mempunyai keyakinan bahwa di belakang hari nanti akan ada orang Islam yang akan menyempurnakannya.

Pendukung Sunan Kalijaga ada lima orang, sedang pendukung Sunan Ampel hanya dua orang yaitu Sunan Giri dan Sunan Drajad, maka usulan Sunan Kalijaga diterima. Adat istiadat jawa yang diwarnai Islam itu antara lain selamatan mitoni, selamatan mengirim doa untuk orang mati (biasanya disebut tahlilan) dan lain-lain yang secara hakiki tidak bertentangan dengan aqidah Islam.

Pada suatu ketika para wali berkumpul setelah empat puluh hari meninggalnya Sunan Ampel. Sunan Kalijaga tiba-tiba membakar kemenyan. Para wali yang lain menganggap tindakan Sunan Kalijaga berlebihan karena membakar kemenyan adalah kebiasaan orang jawa yang tidak Islami.

Sunan Kudus berkata: membakar kemenyan ini biasanya dilakukan orang jawa untuk memanggil arwah orang mati. Ini tidak ada dalam ajaran Islam.

Sunan Kalijaga berkata: Kita ini hendak mengajak orang jawa masuk Islam, hendaknya kita dapat mengadakan pendekatan pada mereka. Kita membakar kemenyan bukan untuk memanggil awrah orang mati, melainkan sekedar mengharumkan ruangan, karena orang-orang jawa ini kebanyakan hanya mengenal kemenyan sebagai pengharum, bukan wangi-wangian lainnya. Bukankah wangi-wangian itu disunnahkan Nabi?

Tapi tidak harus membakar kemenyan kata Sunan Kudus.

Adakah didalam hadist disebutkan larangan membakar kemenyan sebagai pengharum ruangan? Tukas Sunan Kalijaga.

Wali lainnya hanya diam saja. Sementara Sunan Kudus yang sebenarnya lebih condong berpihak kepada Sunan Kalijaga kali ini entah mengapa merasa risih atas tindak-tanduk Sunan Kalijaga.

Sunan Kalijaga memang suka yang aneh-aneh, ujar Sunan Kudus. Tapi janganlah Sunan Kalijaga merendahkan martabat sebagai wali dengan memakai pakaian seperti itu.

Sunan Kalijaga memang lebih sering memakai pakaian seperti rakyat biasa. Celana panjang warna hitam atau biru dan baju dengan warna serupa, ikat kepalanya hanya berupa udeng atau destar.

Sunan Kalijaga menjawab, dihadapan Allah tidak ada yang istimewa. Hanya kadar taqwa yang jadi ukuran derajat seseorang bukan pakaiannya. Lagi pula ajaran Islam hanya menyebutkan kewajiban setiap umat menutup aurat. Tidak disebutkan harus memakai jubah atau sarung. Justru dengan pakaian seperti ini saya dapat bergaul dengan rakyat jelata dan dengan mudah saya dapat memberikan ajaran Islam kepada mereka.

Kembali para wali membenarkan pendapat Sunan Kalijaga.

Selanjutnya Sunan Kalijaga juga mengusulkan agar kesenian rakyat seperti gending, tembang dan wayang dapat diterima oleh para wali sebagai media dakwah. Usul ini oleh para wali akhirnya disetujui.
Sekian artikel tentang AL~KISAH TENTANG WALISONGO mungkin ada kesalahan dalam menulis artikel mohon kritik dan sahabat syekhermania laskar purworejo ^_^ akhirul kalam bilahi taufiq wal hidayah wassalamu'alaikum warahmatullahiwabarakatuh....


Ditulis Oleh : Den Bagoez Sigit Pamuji Ragile Kanjengdoso

Sahabat sedang membaca artikel tentang AL~KISAH TENTANG WALISONGO . Oleh Admin, Sahabat diperbolehkan mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya .

Den Bagoez Sigit Pamuji Ragile Kanjengdoso

AL~KISAH TENTANG WALISONGO
By Unknown.
Published at : 02:37
Rating 5.0 ★★★★★© 87833 reviews. based on Microformats review aggregate



Terimakasih atas kunjungan Anda



Share and Like this article :

Related Articles :

Comments
0 Comments
Janganlah ragu berbuat baik dan jangan mengharap balasan,Pada akhirnya,buah perbuatan akan selalu mengikuti kita [Habib Syech Bin Abdul Qodir Assegaf] Den Bagoez Sigit Pamuji

Berkomentarlah Yang Baik Dan Sopan Tunjukan Bahwa Kita Pecinta Rasullulah SAW


ೋღ❤ღೋ WE ARE SYEKHERMANIA ೋღ❤ღೋ

Like This Njeh???

 
Support : Den Bagoez Ragile Kanjengdoso
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. SYEKHERMANIA LASKAR PURWOREJO - All Rights Reserved
SYEKHERMANIA LASKAR PURWOREJO
Template Design by Creating Website Published by Den Bagoez Ragile Kanjengdoso