Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di SYEKHERMANIA LASKAR PURWOREJO
KH. Ahmad Warson Munawwir Penyusun Kamus Arab-Indonesia Al Munawwir
Kamus Sebagai Sumbangsih Khazanah KeilmuanWawancara eksklusif dengan KH. Ahmad Warson Munawwir
KH. Ahmad Warson Munawwir |
Sejarah berdirinya Pesantren Krapyak ini?
Tahun 1909 M mulai didirikan Pondok Pesantren Krapyak, dan pada tahun 1910 mulai ditempati mengajar Al-Quran oleh ayah saya, KH. M. Munawwir, beliau adalah seorang kiai yang khusus memperdalam Al-Qur’an sekitar 28 tahun.
Pada waktu itu bersamaan dengan adik ipar Kiai Munawwir, yaitu Kiai Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) dan tanah ayah yang di Kauman itu dihibahkan untuk kegiatan sosial Muhammadiyah kemudian dijadikan SD Muhammadiyah Kauman, kalau di sini tidak pernah ada gesekan antara NU dan Muhammadiyah. Dulu alm.KH. Yusuf Hasyim (Pengasuh Tebuireng) juga mondoknya di sini saya masih menangi (menjumpai) satu kurun satu angkatan dengan kaka saya namanya Zainal Abidin Hamid satu angkatan mengaji dan sekolahnya, itu yang seangkatan KH. Habib Termas, sekitar tahun 1950-an. Saya tidak menangi Mbah Hasyim, pernah tahun 1960-an ada pertemuan ulama se-Indonesia yang dipimpin Mbah Wahab Hasbullah di Pesantren Krapyak, Gus Dur pun dulu ngajinya di sini, dia tinggal di Kauman tapi ngajinya di sini, dia tinggal di Kauman bersama aktivis Muhammadiyah. Ayah saya itu tinggal di Kauman Jogja dulunya sebelum akhirnya mendirikan Pondok Krapyak ini.
Bagaimana pengalaman mondok Pak Kiai dahulu?
Saya pondoknya ya hanya di Krapyak, satu-satunya guru saya KH. Aly Maksum itu, pada waktu itu ya hanya di Krapyak ini, dalam perjalanan selama mondok lebih tertarik pada bahasa Arab makanya bisa nyusun kamus Al-Munawwir ini.
Bisa bercerita tentang proses penulisan kamus Al-Munawwir yang Kiai susun dan telah tersebar di Indonesia ini?
Waktu itu memang orang itu menggunakan kamus Al-Munjid. Ini kan makin hari makin mengalami kesulitan, menurut hemat saya makin mengalami kesulitan kamus yang Arab-arab itu. Dari situ ada inisiatif memberikan sumbangsih dalam khazanah keilmuan, khususnya bahasa Arab, menyusunnya mungkin lebih dari lima tahun. Dikoreksi oleh Kiai Aly Maksum itu saja lama sekali. Mungkin lebih dari lima tahun sejak tahun 1960-an, memang tidak sebentar tapi itulah proses. Makanya untuk para santri juga harus bisa menjalani prosesnya dengan baik.
Saya mulai menyusun kamus Al-Munawwir sekitar tahun 1958 yang Arab-Indonesia. Waktu saya menyusun kamus itu masih ada Mbah Ali Maksum yang mentashih kamus tersebut sambil tiduran di sini (ruang tamu rumah beliau, red.) sambil dipijiti, lalu saya membacakan perkata dan kalau ada yang kurang pas beliau akan bilang “diganti..diganti..”, Beliau itu kakak ipar saya yang tertua. Sementara untuk yang Arab-Indonesia-Inggris, insyaallah akan terbit, yang menulis anak saya (Gus Fairus). Arab dan Indonesia saya yang susun, kalau inggrisnya anak saya. Sekarang sedang dalam proses percetakan.
Bagaimana silsilah keluarga besar Pak Kiai di Krapyak?
Saya dari keluarga besar, ayah saya KH. M. Munawwir pendiri Pesantren Krapyak. beliau punya lima istri, untuk istri kelima beliau menikahinya sesudah kewafatan istri pertama. Saya ini anak ke 10 dari sebelas saudara kandung. Memang pada waktu itu tradisi pesantren kiai punya istri lebih dari satu tidak ada masalah, apalagi nikahnya setelah wafat istrinya, tapi kalau sekarang bisa rame.
Aktivitas Bapak Kiai kini?
Kegiatan sekarang ini hanya mengajar ngaji di pondok saja. Sudah sepuh tidak bisa ke mana-mana lagi, tidak seperti dulu ketika muda. Saya terakhir kali keluar agak jauh ketika takziah ke Almaghfurlah KH. Abdullah Faqih Langitan Tuban. Dengan kondisi usia tua seperti ini saya sudah tidak bisa mengisi pengajian ke luar kota lagi. Padahal ketika muda saya biasa mengisi ngaji ke mana-mana (tersenyum ramah, ed.).
Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rajiun. KH Ahmad Warson Munawwir, pengasuh pondok pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta, Kamis (18/4) sekitar pukul 06.00 WIB, meninggal dunia. Kyai penyusun kamus Arab-Indonesia itu meninggal dunia dalam usia 80 tahun.
Jenazah dimakam Dongkelan Bantul dan diberangkatkan dari PP Al-Munawwir Krapyak pukul 16.00 WIB.
"Beliau adalah guru utama kami, KH. Ahmad Warson Moenawwir, pengasuh PP Al Munawwir Krapyak, penyusun Kamus Al Munawwir. Inna lillahi wainna ilaihi rajiun. Rahimahullah wa ghafaralahu wa askanahu fasiha jannatih. Semoga keluarga dan kaum muslimin diberi kesabaran dan keteguhan. Amiin..." kata Ustad Afif Hasbullah, cucu KH Ali Maksum sebagaimana dikutip krjogja.com.
KH Warson Munawwir merupakan salah satu putra pendiri PP Al-Munawwir Krapyak, KHM Moenawwir. Selama ini beliau aktif mengasuh PP Al-Munawwir yang berada di barat Jalan KH Ali Maksum. Selain itu almarhum juga pernah aktif di partai politik. Pernah menjadi Ketua Dewan Syuro DP PKB DIY. Lima tahun lalu juga ikut membidani kelahiran Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU).
Almarhum meninggal dunia dalam usia 80 tahun dan dikenal sebagai penyusun Kamus Arab-Indonesia Al-Munawir kamus Bahasa Arab-Indonesia terlengkap dan paling tebal di Indonesia. Kamus ini termasuk best seller, sehingga sampai dicetak berulangkali dan sangat fenomenal di Indonesia.
Kamus setebal 1634 halaman itu menjadi satu diantara peninggalan keilmuan KH Ahmad Warson yang juga murid dari KH Ali Maksum pengasuh awal Ponpes Krapyak setelah ditinggal pendirinya KH M Moenawir pada Juli 1942.
“Sejak kecil, Bapak (KH Ahmad Warson-red) dididik oleh Mbah Ali. Dari beberapa murid Mbah Ali, bapak punya kelebihan soal perbendaharaan bahasa, sehingga bapak oleh Mbah Ali didorong untuk mewujudkan kamus terlengkap ini,” kata Suhadi Khozin, pengurus Pondok sekaligus orang kepercayaan KH A Warson, dikutip jogja.tribunnews.com, Kamis (18/4/2013).
Menurut Suhadi yang sempat ikut membantu membuat cetakan Kamus Arab Indonesia yang disusun KH Ahmad Warson itu adalah karya terbesar almarhum dibidang keilmuan. Sebab kamus itu digunakan sebagai acuan untuk bendahara kosakata terjemahan kitab kuning berbeda dengan bahasa Arab pada umumnya.
Sementara itu, pihak penerbit Pustaka Progressif, penerbit di mana Kamus Al Munawir dicetak menceritakan kamus ini dicetak sekitar 10 ribu-15 ribu per tahun.
Allahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fuanhu. [hidayatullah/mzf]
*Keterangan gambar: KH. Zainal Abidin Munawir (Kakak KH. Ahmad Warson Munawir) menjadi imam shalat jenazah. Sumber: averroes17 Kaskus
Keluarga besar Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta, kehilangan salah satu pilar pengajarnya, setelah KH Ahmad Warson Munawwir, meninggal dunia, Kamis (18/4) pagi. Almarhum memiliki dua anak, yaitu H Fairus Warson dan Hj Qory Aina, yang semuanya merupakan penghafal Al Quran.
Sosok yang selama ini dikenal sebagai penyusun kamus Arab-Indonesia Al Munawwir merupakan orang yang secara khusus belajar ilmu agama ke KH Ali Maksum, Krapyak secara langsung. "Tiga bulan yang lalu, beliau sempat alami gejala stroke, punya keluhan penyakit jantung dan hipertensi. Aktifitas sehari-hari sebenarnya masih jalan, kami kehilangan satu guru ngaji kitab, " kata Agus Kholid, menantu KH Ahmad Warson Munawwir.
Suhadi Khozin, salah satu santri menuturkan almarhum KH Ahmad Warson Munawwir lahir pada Jum’at Pon, 30 Nopember 1934 atau 20 Sya’ban 1353 Hijriyah itu dikenal sangat dekat dengan murid-muridnya.
Sebagai seorang kyai yang sederhana, KH Ahmad Warson Munawwir termasuk orang yang belajar langsung ke pendiri PP Ali Maksum, Krapyak dan sejak usia belasan tahun sudah menjadi guru mengaji untuk kitab Alfiyah. Satu warisan besar yang kini banyak jadi rujukan santri, yaitu kamus terbesar Arab-Indonesia yang sudah dicetak berkali-kali. "Kamus Al Munawwir Arab Indonesia diterbitkan oleh Penerbit Pustaka Progressif, Surabaya sendiri hingga kini masih jadi rujukan, itu warisan beliau yang banyak dibaca dan jadi referensi," katanya..
Karya besar itu terbit pertama kali pada 1984 dengan tebal 1634 halaman dan disebutkan berhasil disusun atas dorongan KH Ali Maksum, pendiri Pondok Pesantren Ali Maksum, Krapyak dan KH Zainal Abidin Munawwir (kakak).
"Dorongan besar berkarya, dengan menulis kamus Arab-Indonesia dari KH Ali Maksum, mendapat didikan keras dalam soal hafalan bahasa. Mampu ajarkan kitab Alfiyah pada usia belasan, saat orang lain belum bisa ajarkan, " kata Suhadi.
Seperti diketahui, KH Ali Maksum dikenal sebagai kamus berjalan atau kitab munjid berjalan. Inspirasi dari ketokohan dan kemampuan menghafal itulah yang membuat KH Ahmad Warson Munawwir menulis dan menyusun kamus besar Arab-Indonesia.
Awalnya, memang disebutkan ada sikap tawadlu, rendah hati karena khawatir karya besar yang tengah disusun tidak sesuai. Berkat dorongan dari Kyai Bisri Mustofa (Rembang), karya kamus pun akhirnya selesai.
Suhadi menceritakan, KH Bisri Mustofa, memberikan guyonan saat bertemu almarhum dan meminta untuk segera diterbitkan saja. Kalau ada kesalahan, tidak mungkin salah semua, karena pasti ada yang benar. "Istilahnya, KH Bisri Mustofa meminta untuk percaya diri, karena sebelumnya takut salah, pribadi beliau itu tawadlu, " katanya.
Mengenang sosok kyai yang lebih suka dipanggil dengan Mbah Warson, dikisahkan ada cerita menarik yaitu proses penyusunan kamus dilakukan ketika KH Ahmad Warson Munawwir muda masih bujang datang ke KH Hamid (Pasuruan) dan mendapatkan sapaan "ahlan wa sahlan bi dhoifil mutayyam," (hai hati yang gundah gulana) berhasil diselesaikan setelah berkeluarga.
Tak hanya menyusun kamus, KH Ahmad Warson Munawwir juga dikenal sebagai orang yang aktif di organisasi Nahdlatul Ulama, aktif di Partai Kebangkitan Bangsa, dan pemrakarsa PKNU.
Suhadi menyatakan sejumlah nasehat penting yang layak dicatat yaitu kaitan dengan aktifitas di partai politik bagi umat muslim itu penting. Namun dirinya berpesan agar berhati-hati dalam berpolitik.
"Wong maen politik ki ora maksiat ae wis bejo, (orang bermain politik itu tak bertindak maksiat saja sudah beruntung), entah maksudnya apa, saya tidak paham. Ibaratnya ojo maneh golek ganjaran, ora maksiat ae wis bejo (tujuan berpolitik tak cari pahala, tak maksiat saja sudah beruntung)," katanya.
Ditulis Oleh : Den Bagoez Sigit Pamuji Ragile Kanjengdoso
Sahabat sedang membaca artikel tentang KH. Ahmad Warson Munawwir Penyusun Kamus Arab-Indonesia Al Munawwir . Oleh Admin, Sahabat diperbolehkan mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya .
Related Articles :